Selasa, 03 Desember 2013

Kode etik menggunakan media sosial

Etika Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang  berkewajiban" atau sesuai dengan prosedur dan logos yang berarti ilmu atau teori. Menurut teori ini beberapa prinsip moral itu bersifat mengikat betapapun akibatnya. Etika ini menekankankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri. Atau dengan kata lain tindakan itu bernilai moral   karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Teori ini menekankan kewajiban sebagai tolak ukur bagi penilaian baik atau buruknya perbuatan manusia, dengan mengabaikan dorongan lain seperti rasa cinta atau belas kasihan. Terdapat tiga kemungkinan seseorang memenuhi kewajibannya yaitu: karena nama baik, karena dorongan tulus dari hati nurani, serta memenuhi kewajibannya. Deontologist menetapkan aturan, prinsip dan hak berdasarkan pada agama, tradisi, atau adat istiadat yang berlaku. Yang menjadi tantangan dalam penerapandeontological di sini adalah menentukan yang mana tugas, kewajiban, hak, prinsip yang didahulukan. Sehingga banyak filosof yang menyarankan bahwa tidak semua prinsipdeontological  harus diterapkan secara absolut. Teori ini memang berpijak pada norma-norma moral konkret yang harus ditaati, namun belum tentu mengikat untuk kondisi yang bersifat khusus. Contohnya, seseorang boleh saja merampok kalau hasil rampokannya dipakai untuk memberi makan orang yang terkena musibah.

Etika Teleologi
Istilah teleologi berasal dari kata Yunani telos yang berarti tujuan, sasaran atau hasii dan logos yang berarti ilmu atau teori. Etika ini mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tin­dakan itu, atau berdasarkan konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau kalau konsekuensi yang ditimbulkannya baik dan berguna. Bila kitaakan memutuskan apa yang benar, kita tidak hanya melihat konsekuensi keputusan tersebut dari sudut pandang kepentingan kita sendiri. Tantangan yang sering dihadapi dalam penggunaan teori ini adalah bila kita bisa kesulitan dalam mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan dalam mengevaluasi semua kemungkinan konsekuensi dari keputusan yangdiambil.

Etika Hak
Etika Hak memberi, bekal kepada pebisnis untuk mengevaluasi apakah tindakan, perbuatan dan kebijakan bisnisnya telah tergolong baik atau buruk dengan menggunakan kaidah hak seseorang. Hak seseorang sebagai manusia tidak dapat dikorbankan oleh orang lain apa statusnya.
Hak manusia adalah hak yang dianggap melekat pada setiap manu­sia, sebab berkaitan dengan realitas hidup manusia sendiri.  Etika hak kadangkala dinamakan "hak manusia" sebab manusia berdasarkan etika hams dinilai menurut martabatnya. Etika hak mempunyai sifat dasar dan asasi (human rights), sehingga etika hak tersebut merupakan hak yang; (1) Tidak dapat dicabut atau direbut karena sudah ada sejak manusia itu ada; (2) Tidak tergantung dari persetujuan orang; (3) Merupakan bagian dari eksistensi manusia di dunia.

Etika Keutmaann
Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak mendasarkan penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal seperti kedua teori sebelumnya. Etika ini lebih mengutamakan pembangunan karakter moral pada diri setiap orang. Nilai moral bukan muncul dalam bentuk adanya aturan berupa larangan atau perintah, namun dalam bentuk teladan moral yang nyata dipraktikkan oleh tokoh-tokoh tertentu dalammasyarakat. Di dalam etika karakter lebih banyak dibentuk oleh komunitasnya. Pendekatan ini terutama berguna dalam menentukan etika individu yang bekerja dalam sebuah komunitas profesional yang telah mengembangkan norma dan standar yang cukup baik. Keuntungan teori ini bahwa para pengambil keputusan dapat dengan mudah mencocokkan denganstandar etika komunitas tertentu untuk menentukan sesuatu itu benar atau salah tanpa ia harus menentukan kriteria terlebih dahulu (dengan asumsi telah ada kode perilaku).
Indikator Etika (Ethics) merupakan kemampuan individu untuk memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan issue etika dan moral, baik dan buruk, salah dan benar (Forsyth, 1980; Kohlberg, 1981; Velasques, 2005):
1.            Karena untuk menghindari hukuman;
2.     Melakukan hal yang baik jika mendapat imbalan;
3.     Sesuai dengan pendapatteman;
4.     Mentaati hukum dan Peraturan;
5.     Memenuhi kontrak sosial; dan
6.     Kesadaran individu, memenuhi tuntutan moral dan menerapkan dengan konsisten

Persamaan Etika dan Etiket
Seringkali dua istilah tersebut disamakan artinya, padahal terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara keduanya. Dari asal katanya saja berbeda, yakni Ethics danEthiquetle. Etika berarti moral sedangkan Etiket berarti sopan santun. Pengertian etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama. Namun meskipun berbeda, ada persamaan antara keduanya, yaitu:
1.     Keduanya menyangkut objek yang sama yaitu perilaku manusia;
2.     Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

Perbedaan Etika dan Etiket
Setelah kita ketahui persamaan etika dan etiket, maka dapat kita bedakan etika dan etiket sebagai berikut:
1.            Etiket menyangkut cara suatu melakukan perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkancara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
2.            Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut pilihan yaitu apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
3.            Etiket hanya berlaku dalam pergaulan pada suatu kelompok tertentu. Bila tidak ada saksi mata , maka etiket tidak berlaku.
4.            Etika selalu berhku dimana saja dan kapan saja, meskipun tidak ada saksi mata, tidak tergantung pada ada dan tidaknya seseorang.
5.            Etiket bersifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
6.            Etika bersifat absolut. Prinsip-prinsipnya tidak dapat ditawar lagi, dan harus dilakukan.
7.            Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja.
8.       Etika menyangkut manusia dari segi rohaniahnya. Orang yang bersikap etis adalah  rang yang sungguh-sungguh baik, dimana nilai moralnya sudah terinternalisasi dalam hati nuraninya.

Hubungan Etika dengan Hukum
Hukum adalah refleksi minimum norma sosial dan standar dari sifat bisnis. Secara umum, kebanyakan orang percaya bahwa sifat mematuhi hukum adalah juga sifat yang beretika. Tapi banyak standar sifat di dalam sosial yang tidak tertuliskan dalam hukum. Contohnya saja dalam konflik kepentingan mungkin tidak ilegal, tapi secara umum dapat menjadi tidak beretika dalam kehidupan sosial.





Perbedaan Etika dan Hukum
Perbedaan etika dengan hukum dapat diuraikan sebagai berikut:
(1)     Hukum pada dasarnya tidak hanya mencakup ketentuan yang dirumuskan secara tertulis, tapi juga nilai-nilai konvensi yang telah menjadi norma di masyarakat.
(2)     Etika mencakup lebih banyak ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis.
(3)     Pada umumnya kebanyakan orang percaya bahwa dengan perilaku yang patuh terhadap hukum adalah juga merupakan perilaku yang etis.
(4)     Banyak sekali standar perilaku yang sudah disepakati oleh masyarakat yang tidak tercakup dalam hukum, sehingga terdapat bagian etika yang tercakup dalam hukum, namun sebagian juga belum tercakup di dalam hukum,  seperti  contoh kasus  di  dalam masyarakat yang  dianggap melanggar etika tetapi dalam hukum itu tidak melanggar, sepanjang tidak ada aturan yang tertulis bahwa tindakan tersebut adalah melanggar hukum.
(5)     Norma hukum cepat ketinggalan zaman, hingga bisa menyebabkan celah hukum.

Perbedaan Moral dan Hukum
Sebenarnya antara keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Moralitas adalah keyakinan dan sikap batin, bukan hanya sekedar penyesuaian atau asal taat terhadap aturan. Karena antara satu dengan yang lain saling mempe-ngaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas penegakan hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralitasnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Sebaliknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabila tidak dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam masyara­kat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan dampak sosial moralitas. Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan.Perbedaan tersebut antara lain:
(1)       Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka hukum lebih memiliki kepastian yang lebih besar.
(2)       Moral bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau diskusi yang mengigingkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
(3)       Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah faktual.
(4)       Moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.
(5)       Pelanggaran terhadap hukum mengakibatkan si pelaku dikenakan sanksi yang jelas dan tegas.
(6)       Pelanggaran moral biasanya mengakibatkan hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
(7)       Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.
(8)       Sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat.

Etika dan Agama
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Pada dasarnya agama memberikan ajaran moral untuk menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya. Menurut Kanter (2001) tidak mungkin orang dapat sungguh-sungguh hidup bermoral tanpa agama, karena (1) moralitas pada hakikatnya bersangkut paut dengan bagaimana manusia menjadi baik, jalan terbaiknya adalah kita mengikuti perintah dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan kita (2) agama merupakan salah satu pranata kehidupan manusia yang paling lama bertahan sejak dulu kala, sehingga moralitas dalam masyarakat erat terjalin dengan kehidupan ber-agama (3) agama menjadi penjamin yang kuat bagi hidup bermoral. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahyu Tuhan dan ajaran agama.

1.3.5  Etika dan Moral
Etika Iebih condong ke arah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals (BP-7, 1993: Poespoprodjo, 1986). Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk, atau dengan kata lain moralitas merupakan pedoman/standar yang dimiliki oleh individu atau kelompok mengenai benar atau salah dan baik atau buruk. Velasques (2005) menyebutkan lima ciri yang berguna untuk menentukan hakikat standar moral, yaitu:
(1) Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
(2)       Standar moral moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu, standar moral tidak dibuat oleh kekuasaan, validitas standar moral terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk mendukung atau membenarkannya, jadi sejauh nalarnya mencukupi maka standarnya tetap sah.
(3)       Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai yang lain, khusus-nya kepentingan pribadi.
(4)       Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
(5)    Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu, seperti jika kita bertindak bertentangan dengan standar moral, normalnya kita akan merasa bersalah, malu atau menyesal.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the performance index or reference for our control system". Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self control", karenasegala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Jadi etika lebih berkaitan dengan kepatuhan, sementara moral lebih berkaitan dengan tindak kejahatan.