Jamur mulai dikenal sebagai bahan pangan sejak 3.000 tahun lalu. Saat itu, jamur digunakan sebagai hidangan populer bagi para raja di Mesir. Masyarakat umum pada masa itu dilarang mengonsumsi jamur karena ketersediaannya masih terbatas.
Berkat kelezatannya, jamur tiram diabadikan dalam bentuk relief di salah satu bagian gereja Prague Castle di Saint Vitus Cathedral di kota Praha. Relief ini dibuat tahun 925 SM, bercerita mengenai ratu pertama yang menganut agama Nasrani. Keluarga kerajaan merayakannya dengan menikmati kelezatan hidangan jamur tiram.
Jamur juga dikonsumsi untuk pengobatan herbal bagi para raja dan bangsawan di negeri Cina pada masa Dinasti Shu atau sekitar 2.400 tahun lalu. Jamur yang digunakan saat itu adalah jamur ling zhi. Selain jamur ling zhi, jamur kuping juga sudah dimanfaatkan sebagai bahan obat herbal.
Beberapa bangsa di dunia seperti Yunani, Rusia, dan Meksiko percaya bahwa mengonsumsi jamur dapat memberikan kekuatan super. Jamur yang mereka konsumsi umumnya diperoleh dari kayu-kayu lapuk saat pergantian musim.
Masyarakat Cina sejak 200—300 tahun lalu merupakan pelopor budi daya jamur konsumsi dan jamur yang berkhasiat obat. Budi daya jamur kemudian berkembang ke Korea, Myanmar, Jepang, Taiwan, Vietnam, Indonesia, dan Malaysia. Budi daya jamur merang di Cina sudah dimulai sebelum abad ke-18. Jamur merang diintroduksi ke Filipina, Malaysia, dan negara Asia Tenggara lainnya oleh pedagang Cina sekitar tahun 1932—1935.
Perancis menjadi pelopor budi daya jamur kancing (champignon) pada awal abad ke-20 dengan menggunakan teknologi mutakhir, disusul Cina, Taiwan, Vietnam, dan Filipina. Pada saat itu budi daya jamur tiram sudah populer di Cina, meskipun produk yang dihasilkan belum dalam jumlah besar. Budi daya jamur tiram juga berkembang di Jepang, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Singapura.
Jamur shiitake merupakan jenis jamur yang sangat populer di Cina. Jamur ini mulai dibudidayakan sejak zaman Dinasti Ming (1368—1664 SM). Pada masa itu, jamur tersebut dipercaya sebagai makanan yang dapat menurunkan kadar gula darah dan kolesterol, serta menghambat pertumbuhan sel kanker.
Itulah sebabnya shiitake banyak diolah menjadi pil, kapsul, dan serbuk. Bagian shiitake yang dianggap paling berkhasiat adalah tudung dan pangkal batangnya. Produksi jamur shiitake secara massal pertama kali dilakukan di Jepang pada tahun 1940-an.
Menurut sejarah Cina, jamur ling zhi ditemukan oleh seorang petani bernama Seng Nong, yang dijuluki sebagai petani suci (holy farmer) . Seng Nong menyatakan, kriteria unggul dari sebuah tanaman obat, yaitu tidak menimbulkan efek samping meski dikonsumsi dalam jangka panjang. Pada zaman Dinasti Shu atau sekitar 2.400 tahun lalu, ling zhi hanya dikonsumsi untuk pengobatan para raja dan bangsawan di negeri Cina. Pada masa itu, populasi jamur ling zhi masih langka. Kaisar Shih Huang Ti, pendiri Tembok Besar Cina, juga menggunakan jamur ling zhi sebagai
obat untuk hidup abadi. Sejak 1971 seorang peneliti dari Universitas Kyoto, Yukio Naoi, mulai membudidayakan ling zhi . Melalui eksperimennya, ia berhasil menemukan cara budi daya ling zhi menggunakan limbah pertanian dan kayu-kayu lapuk.
Awalnya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap jamur konsumsi hanya mengandalkan ketersediaan alami. Dengan cara seperti itu, jumlah jamur yang diperoleh sangat terbatas dan hanya tersedia pada musim tertentu. Di negara tropis seperti Indonesia, jamur hanya tumbuh secara alami pada musim hujan. Inisiatif untuk membudidayakan jamur konsumsi muncul saat masyarakat menyadari kebutuhan terhadap jamur semakin meningkat, tetapi persediaan di alam semakin terbatas.
Jamur merang sebagai salah satu jamur konsumsi mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1955. Jamur champignon baru mulai dibudidayakan secara komersial di Indonesia sekitar tahun 1970. Kegiatan ini dilakukan oleh PT Mantrust yang membuka perkebunan jamur di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Awalnya bibit jamur diimpor dari Amerika Serikat, Jepang, Korea, dan Taiwan.
Pada saat itu, hampir sebagian besar hasil budi daya diekspor ke luar negeri dalam bentuk kalengan. Setelah jamur champignon, baru kemudian tahun 1990 jamur kuping dan jamur shiitake ramai dibudidayakan sebagai komoditas bernilai jual tinggi.
Di Indonesia, budi daya jamur tiram mulai dirintis dan diperkenalkan kepada para petani tahun 1988, khususnya pada petani di Cisarua, Jawa Barat. Pada waktu itu petani dan pengusaha jamur tiram masih sangat sedikit. Sekitar tahun 1995, petani bunga, peternak ayam, dan peternak sapi mulai beralih menjadi petani jamur tiram meski masih dalam skala rumah tangga. Dalam perkembangannya, beberapa industri skala rumah tangga bergabung hingga terbentuk CV dan memiliki badan hukum. Indonesia sendiri termasuk salah satu negara yang dikenal sebagai “gudang jamur” di dunia.
Dari sekian banyak jenis jamur pangan, jamur merang salah satu yang paling banyak dibudidayakan petani. Alasannya, karena lebih mudah dibudidayakan dan siklus hidupnya lebih pendek, yakni hanya satu bulan. Menurut data Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (MAJI) bahwa produksi jamur merang mendominasi 55—60% dari total produksi jamur nasional. Jamur tersebut banyak dibudidayakan di sentra penanaman padi seperti di Karawang, Jawa Barat, karena jamur ini menggunakan merang sisa panen padi sebagai media tanamnya.
Tahun 1980-an, produksi jamur merang di kawasan Bekasi dan Karawang telah berkembang dengan cukup baik. Sayangnya, saat itu sistem produksi dan pemasarannya belum dikembangkan dengan baik sehingga pada tahun 1990-an produksinya sempat merosot.
sejarah jamur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar